Sejarah perkembangan jaringan 1g sampai 5g

Seiring berkembangnya Teknologi Smartphone, Maka perusahaan teknologi saling berlomba menerbitkan produk baru berfasilitas 5G. Katanya, 5G bisa 20 kali lebih cepat dibanding 4G. Jaringan ini juga akan mendukung teknologi virtual reality.

Apakah dunia sudah benar-benar siap?
Kira-kira, apa dampak 5G untuk Indonesia?

Perkembangan dunia dalam beberapa dekade terakhir sangatlah pesat. Pionir jaringan ini pertama diluncurkan pada tahun 1979 oleh perusahaan telekomunikasi asal Jepang.

Yang dinamakan 1G, jaringan bersistem analog tersebut bisa menelepon hampir di mana saja
dengan kecepatan maksimum 2,4 KB/s. Era 90an, 1G digantikan oleh jaringan bersinyal digital 2G.

Dengan satu handphone, pengguna dapat mengirim SMS, menelepon, memasukkan media, dan memasang ringtone. Terdapat juga layanan internal roaming dan panggilan konferensi.

Lalu munculah layanan 3G di 2001 dengan kecepatan 2 MB/s. Untuk pertama kalinya, internet dapat diakses lewat handphone. Blackberry dan Apple pun menjadi primadona 3G di masa itu.

Posisinya kemudian digeser 4G di 2009. Berkecepatan hingga 1 GB/s, pengguna bisa mengirim berbagai multimedia interaktif. Pengirimannya juga 10 kali lebih cepat. Huruf “G” di sini sendiri bermakna “generasi”.

Jadi kekuatan sinyal jaringan seluler ini terus berevolusi dan digantikan oleh penerusnya Sekarang, Maka sekarang waktunya 5G bersinar. Teknologi 5G dikabarkan mampu menampung sejuta perangkat/km2 5G yang bekerja di tiga frekuensi spektrum pita jaringan sekaligus yakni rendah, sedang, dan tinggi.

Spektrum pita rendah yang jangkauannya sangat luas dan berkecepatan 1.000 MB/s. Sedangkan spektrum pita tinggi jangkauannya terbatas tapi berkecepatan 20 GB/s. Pembagian ini akan dapat memaksimalkan kualitas jaringan dan memperlebar aplikasi 5G Sayangnya, handphone serial lama tidak dapat menerima sinyal 5G.

Maka perusahaan gawai dan provider seluler pun berlomba untuk memfasilitasi teknologi ini, apalagi antusiasme konsumen terus meningkat. Menurut Survei OneScore 2021, 62% konsumen mendapatkan jaringan 5G di tempat tinggal mereka, naik 16% dari tahun sebelumnya.

75% responden juga senang dengan prospek inovasi 5G. Salah satu inovasi yang dimaksud adalah kemudahan penerapan Internet of Things. Tidak hanya perangkat transportasi dan rumah tangga saja yang saling tersambung, produktivitas dan efisiensi dunia industri juga akan meningkat lewat otomatisasi.

Penelitian dari Cisco bahkan mengabarkan akan ada 500 miliar perangkat IoT di 2030. 5G juga menjadi angin segar bagi teknologi imersif. Hal ini dapat diterapkan dalam pendidikan, pelatihan, rapat kantor, sampai hiburan.

Manfaat 5G lainnya adalah untuk meningkatkan kapabilitas remote working, Pertanian yang berkelanjutan, performa aplikasi, dan pengalaman interaktif audiens.

Maka, dunia bersaing untuk menerapkan teknologi ini. Penyebaran globalnya sendiri sudah merata, meskipun progress penerapan setiap negaranya berbeda-beda. Indonesia juga tidak mau ketinggalan dalam euforia 5G.

Bahkan beberapa operator seluler sudah menyediakan jaringan ini sejak pertengahan 2021. Kecepatan dan kemajuan teknologi 5G dipercaya akan menciptakan lapangan pekerjaan, menambah keluaran ekonomi global, serta menghasilkan pengeluaran modal global 5G US$265 miliar setiap tahunnya untuk 15 tahun mendatang.

Tapi dibalik hal-hal positif tadi, banyak risiko yang akan dihadapi. Menurut data 2020, sekitar 3 juta buruh Amerika Serikat kehilangan pekerjaan akibat otomatisasi. Angka ini bahkan belum menghitung dampak dari pandemi.

Departemen Statistika Buruh AS juga menyatakan sekitar 2 juta pengemudi truk dan 200.000 pengemudi taksi kehilangan pekerjaannya. Tidak sampai disitu saja, keamanan data pribadi pun ikut terancam.

Jaringan 5G akan memerlukan banyak menara pemancar karena jangkauannya pendek. Seseorang bisa saja menggunakannya untuk mengumpulkan data dan melacak lokasi pengguna dengan akurat.

Akses data yang dibawa 5G juga lebih kompleks dan luas. Sehingga jika kebobolan dapat menyebabkan kebocoran, manipulasi, serta penyalahgunaan data pengguna.

Inilah yang melandasi Amerika Serikat dalam melarang perusahaan Huawei untuk memasarkan produknya di sana, karena ketakutan adanya risiko mata-mata dan spionase dari RRT. Kebutuhan pembangunan menara pemancar tadi juga membutuhkan banyak biaya, dan jaringannya dikabarkan dapat mengganggu penerbangan.

Amerika Serikat belum memperbolehkan adanya menara 5G di area bandara. Kehadiran 5G juga menimbulkan polemik di Indonesia, terlebih karena penyebaran 4G sendiri belum merata akibat kendala frekuensi yang tidak dapat disiapkan untuk jaringannya. These pharmacies drugstore-onlinecatalog.com are open 24 hours a day and are open for extended retail hours.

Pemerintah pun meyakinkan bahwa penerapan 4G dan 5G akan dilakukan bersamaan. 4G akan diposisikan sebagai tumpuan transformasi digital nasional, sedangkan 5G digelar di wilayah yang dapat menampung ekosistemnya.

Sudah ditetapkan juga Tingkat Kandungan Dalam Negeri sebesar 35% untuk perangkat 5G, seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Kominfo No. 13 Tahun 2021. Melihat kemajuan teknologi 5G, masa depan rasanya sudah ada di genggaman kita.

Tapi, pertanyaan adalah, apakah Indonesia sendiri siap untuk melangkah menuju 5G?

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*